Pagi itu adalah hari Jum'at,tanggal 21 Oktober 2011. Seperti biasa,septa keluar dari rumah pukul 06.00 untuk menunggu angkutan umum. Tapi,pagi itu terjadi hal yang tidak biasa karena sejak ia keluar dari rumah hingga pukul 06.40 hanya ada 1 angkot dan sayangnya angkot itu penuh sehingga ia tak bisa menumpanginya.
Akhirnya,ibu septa mengeluarkan motor dari rumah dan mengantarkan septa hanya beberapa kilometer dari rumah. Lalu mereka menunggu sebuah angkot lewat. Ketika angkot lewat,septa pun menaikinya sementara ibunya pulang. Tapi sayang,angkot yang ia naiki sangat lambat dan terlalu banyak berhenti sehingga membuatnya cemas.
Sesampainya di Pekalongan,septa diminta oleh sopir untuk berpindah angkot. Septa sangat senang dan berharap angkot yang ia naiki jauh lebih cepat daripada angkot sebelumnya. Angkot itu memang lebih cepat namun masih terlalu banyak berhenti ditambah lagi mampir ke SPBU sehingga membuat waktu tempuh lebih lama. Septa pun semakin cemas.
Dan akhirnya apa yang septa takutkan pun terjadi. Ia terlambat. Beruntung,banyak siswa lain yang terlambat juga. Bahkan,ketika didata oleh sekolah,ada sebanyak 27 siswa yang terlambat. Termasuk teman septa yaitu Gilang,Siti, dan Nadia. Sebelum gerbang dibuka,kami menunggu terlebih dahulu di depannya. Setelah 1 jam pelajaran kami menunggu,akhirnya senam selesai dan pintu gerbang pun dibuka.
Awalnya,septa mengira bahwa siswa yang terlambat hanya akan dicatat dan diberi poin saja. Tapi,yang terjadi justru berbeda 350 derajat. Mereka yang terlambat dicatat,diberi poin dan dijemur di bawah terik matahari selama kuran lebih 1 jam sambil diceramahi hingga membuat mereka kesal.
Setelah 1 jam dijemur,septa dan teman-temannya berniat masuk ke kelas tetapi karena mengingat bahwa saat itu adalah jam pelajaran Pak Iman,mereka menjadi takut untuk masuk kelas. Mereka takut bahwa mereka akan dimarahi,dibentak dan diberi pertanyaan. Apalagi bila mereka tidak bisa menjawab,maka mereka diharuskan untuk menyalin pertanyaan sekaligus jawabannya sebanyak 25 kali.
Mereka duduk-duduk di depan kamar kecil sambil menunggu jam Pak Iman selesai. Tak lama kemudian,seorang guru datang. Mereka pun langsung masuk ke dalam kamar kecil. Beruntung,ia hanya sebentar saja sehingga mereka dapat keluar lagi.
Septa,"masih setengah jam lagi,apa kita disini terus?"
Gilang,"ya,kemana lagi."
Septa,"kita disini seperti buronan."
Nadia,"benar sekali."
Setelah setengah jam menunggu,bel pun berbunyi. Tapi,Pak Iman belum keluar. Seperti biasa,ia mengulur-ulur waktu. Barulah beberapa menit kemudian beliau keluar. Mereka sesegera mungkin pergi ke kelas. Dengan membawa tas masing-masing,mereka ke kelas dengan sedikit merunduk di balik barisan seng.
Sesampainya di kelas,septa sedikit tenang. Tetapi mereka masih mengkhawatirkan jika mereka dipanggil atau dimarahi pada pertemuan berikutnya. Beruntung, kedua kemungkinan itu tidak terjadi dan berakhirlah kekhawatiran kami