Kerusakan lingkungan akibat ekonomi
Hongkong, Kompas - Kerusakan lingkungan hidup kerap menjadi taruhan dari pesatnya pertumbuhan ekonomi suatu negara. Diperlukan kearifan para pemimpin negara agar pertumbuhan ekonomi tidak lagi didewa-dewakan sebagai penanda keberhasilan rezim.
Ronald Henkoff, Editor Bloomberg Market Magazine Amerika Serikat, melontarkan peringatan itu dalam diskusi bertajuk ”Dilema Lingkungan Hidup Asia” pada Konferensi Media Internasional, Senin (26/4) di kampus Universitas Hongkong, Hongkong, China. Konferensi bertema ”Melaporkan Realitas Baru di Asia-Pasifik” itu dihadiri 300 jurnalis se-Asia Pasifik.
Menurut Henkoff, krisis ekonomi yang menerpa Asia pada 1997 berdampak positif dengan bangkitnya raksasa-raksasa ekonomi baru Asia, seperti China dan India. ”Namun, keberhasilan sejumlah negara itu, dalam pengamatan saya, kurang diimbangi dengan kesuksesan mereka mengatasi sejumlah isu fundamental dalam negeri,” ujarnya.
Henkoff mendasarkan asumsinya itu berdasarkan pemantauannya terhadap kerusakan lingkungan di Malaysia dan India. Malaysia, tuturnya, membuktikan diri sebagai salah satu negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi terbaik di Asia Tenggara. Salah satu sandaran ekonomi negara kesultanan itu tak lain ekspor kelapa sawit. ”Tetapi, lahan kelapa sawit di Malaysia, tepatnya di Negara Bagian Serawak, dibikin dengan membabat hutan tropis di Pulau Borneo (Kalimantan). Itu jelas deforestation,” tambah Henkoff.
Pembabatan hutan untuk lahan perkebunan, seperti dilakukan Malaysia, menurut Henkoff, berkontribusi terhadap pemanasan global. Lebih celaka lagi, upaya kelompok kritis di Malaysia terhadap deforestation ini tidak ditanggapi positif. ”Justru yang saya dengar ada tekanan terhadap para aktivis itu karena ada kepemilikan dari unsur petinggi negara dalam bisnis tersebut,” tutur Henkoff lagi.
Henkoff menegaskan, ia tidak hendak mengklasifikasikan pertumbuhan ekonomi sebagai hal tabu. Akan tetapi, semata-mata mengimbau para pemimpin negara agar menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan upaya membuat kehidupan warganya sejahtera.
Mesin-mesin baru
Isu pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia menjadi salah satu bahasan penting dalam konferensi yang diadakan atas kerja sama East-West Center dan Universitas Hongkong itu. Editor Business Standard, India, Dr Sanjaya Baru, mengungkapkan, ekonomi dunia kini tak hanya digerakkan oleh satu-dua mesin.
”Mesin ekonomi dunia kini tak hanya Amerika Serikat dan Uni Eropa, tetapi juga mesin-mesin ekonomi baru seperti China di Asia dan Brasil di Amerika Selatan. Muncul pula Afrika Selatan di Afrika dan beberapa negara ASEAN,” kata Baru, yang juga mantan penasihat Perdana Menteri India Manmohan Singh. (Adi Prinantyo, dari Hongkong, China)
(Indonesia) Antara Pertumbuhan Ekonomi atau Kerusakan
Lingkungan
Manusia tidak saja mengimbangi hak
dan kewajiban dalam memanfaatkan SDA, tetapi juga harus menjaga kelestarian
serta kelangsungan dari lingkungan alam tersebut. Manusia juga harus membatasi
tingkah laku mereka dalam memanfaatkan lingkungan alam agar lingkungan alam
tetap berada dalam batas kelentingan lingkungan hidup manusia.
Kita memiliki upaya untuk mengelola
SDA dan lingkungan hidup lebih baik. Kita memiliki harapan dan peluang yang
cukup besar bahwa masalah lingkungan hidup yang makin rawan dapat diatasi
dengan sebaik-baiknya. Cukup kompleks masalah yang dihadapi negara berkembang
seperti indonesia ini, misalnya masalah demografi, ekonomi dan sosial budaya
yang akhirnya juga akan mempengaruhi keberadaan lingkungan alam.
Demografi, inilah salah satu
penyebab hutan yang sedikit demi sedikit hilang dari pulau Jawa.
Terkonsentrasinya pertumbuhan penduduk di tanah Jawa tentunya membutuhkan lahan
permukiman bagi mereka yang tinggal di tanah yang subur ini. Tak hanya itu,
dari aktivitas ekonomi juga berandil banyak dalam menciptakan kerusakan
lingkungan hidup. Berdirinya pabrik-pabrik pengusaha dalam negeri sampai pabrik
relokasi milik pengusaha asingpun juga ikut menambah sesaknya udara dengan
polusi udara. Kondisi sosial budaya masyarakat sekitar yang cenderung masih
berladang dengan cara membuka atau menebang hutan dan menjadikannya ladang baru
juga ikut serta dalam menambah penyebab kerusakan lingkungan alam.
Tak benar juga jika kita selalu
menyalahkan pemerintah sepenuhnya. Dalam masalah demografi pemerintah telah
menjalankan program transmigrasi sejak 1950, namun sampai sekarang program
tersebut masih belum bisa dioptimalkan dan pertumbuhan penduduk masih tetap
terkonsentrasi di Jawa.
Disisi lain tumbuhnya pabrik-pabrik
lokal maupun asing di Indonesia juga berdampak pada bertambahnya lapangan
pekerjaan sehingga pertumbuhan ekonomipun otomatis juga akan meningkat. Tapi
yang mengecewakan ketika beberapa pabrik-pabrik tersebut tidak menghiraukan
kelestarian lingkungan alam dengan membuang limbah cair ke sungai tanpa proses
pengelolaan limbah yang berwawasan lingkungan. Hal ini akan merugikan manusia
dan juga ekosistem di sekitar lingkungan tersebut. Salah satu hal yang
diupayakan pemerintah dalam mengurangi dampak negatif tersebut adalah dengan
cara memusatkan pabrik-pabrik dalam satu kawasan yang disebut kawasan industri.
Di Indonesia ada banyak kawasan industri, misalnya kawasan industri gresik,
kawasan industri rungkut dan masih banyak lagi. Langkah ini dirasa efektif
dalam mengurangi kerusakan lingkungan alam karena industri-industri besar
dipusatkan dalam satu wilayah dan otomatis polusi yang dihasilkan tidak akan
menyebar samppai permukiman penduduk. Biasanya suatu kawasan industri
dilengkapi oleh sistem pengolah limbah, jadi dengan adanya sistem tersebut
dampak negatif tersebut bisa diminimalkan.
Sumber daya alam atau SDA adalah
tulang punggung perekonomian suatu negara. Berbagai cara dilakukan untuk
memanfaatkan SDA yang ada sebagai langkah untuk memakmurkan rakyat negara
tersebut. Ada sebuah istilah ” Mania Pertumbuhan ” yang merupakan sikap
kejiwaan yang semata-mata gandrung pada pertumbuhan dan sekarang hal itu sedang
menyelimuti Indonesia. Birokrasi Indonesia yang mengidap sindrom Mania
Pertumbuhan ini melakukan segala cara agar bisa menggenjot laju pertumbuhan
perekonomian Indonesia. Mulai dari masalah akan dibuka ladang kelapa sawit baru
diatas tanah gambut. Secara ekonomis, memang hal itu akan menambah kuantitas
ekspor Indonesia ke pangsa pasar internasional. Namun jika hal itu akan direalisasikan
maka sama saja Indonesia dengan mengingkari Protokol Kyoto. Hutan Tropis
Kalimantan adalah salah satu paru-paru Indonesia dan dunia pada umumnya, tapi
hal tersebut berubah ketika lahan gambut terbakar (dibakar) dan seketika
paru-paru Indonesia tersebut menjadi penyumbang polusi terbesar dan penyebab
efek rumah kaca bagi dunia. Terbakarnya lahan gambut tidak hanya membuat resah
masyarakat di Kalimantan, namun tidak jarang masyarakat Riau bahkan negara
tetanggapun terganggu dengan hal ini.
Dari sekilas masalah tadi, ternyata
para birokrat tanah air ini masih terjerat dengan jerat ideologi yang
dikumandangkan oleh JJ.Rostow. Rostow menjelaskan bahwa ada tiga tahapan dalam
pembangunan perekonomian. Pertama ” Underdevelopment “, ” Take Off ” dan ” Mass
Consumption ” sebagai tingkat tertinggi. Jika ditempatkan pada salah satu
indikator tersebut maka Indonesia masih dalam masa “Underdevelopment” selama 65
tahun ini.
Dalam mengatasi masalah yang
kompleks dan saling terkait ini memang cukup sulit. Spesialisasi produksi suatu
produsen mungkin bisa meminimalisasi masalah lingkungan hidup dan mania
pertumbuhan di Indonesia ini. Indonesia tidak berdiri sendiri di Bumi ini
melainkan masih banyak negara lain yang bisa diajak untuk melakukan trading
untuk komoditas-komoditas yang memiliki keuntungan komperatif.
Khusus untuk mengatasi masalah
lingkungan hidup. Pemerintah membuat Undang-undang no.23 tahun 1997 mengenai
lingkungan hidup, tetapi kita juga harus mengawasi dan menjalankan UU tersebut
sebagai pedoman etika bergaul dengan lingkungan hidup karena kita tidak bisa
hidup jika kita tidak bersahabat dengan lingkungan alam kita. Mulailah dengan
satu orang satu pohon , Bike to Work, Slient World Days dan banya hal yang bisa
anda lakukan demi lingkungan hidup yang bersahabat dengan kita.
Artikel ini didedikasikan bagi orang
yang peduli akan nasib anak cucu kita dimasa mendatang.
Mohon maaf jika ada kesalahan.
Mohon bantuan untuk koreksi artikel ini. Terima kasih para pembaca peduli lingkungan.
Save our environment..!!!
Mohon maaf jika ada kesalahan.
Mohon bantuan untuk koreksi artikel ini. Terima kasih para pembaca peduli lingkungan.
Save our environment..!!!
Percepatan Pembangunan Ekonomi Menambah Kerusakan Lingkungan Rencana Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi (MP3EI) yang diusung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dinilai hanya akan menambah kerusakan lingkungan.
Menteri Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya mengatakan,
perlu kehati-hatian dalam memberikan izin lahan untuk program ini. Untuk itu,
KLH bersama dengan Kementerian Kesejahteraan Rakyat akan mengkaji terlebih
dahulu pemberian izin pembukaan lahan.
“Kita lagi berpikir keras soal itu. Pertumbuhan ekonomi yang tujuh
puluh persen tetap kita upayakan, tetapi harus memperhatikan lingkungan. Kita
ada di bawah koordinator Menteri Kesra. Kita selalu menyampaikan itu kembali.
Kita boleh berpacu pada perkembangan ekonomi, tetapi kita harus memperhatrikan
lingkungan. Jadi izin-izin segala macam kita harus hati-hati. Misalnya ada
penambahan produksi, ini kami harus hati hati dalam hal itu. Kita tidak boleh
sembarang. Kecuali amdalnya harus baik terlebih dahulu,” kata Balthasar.
Balthasar Kambuaya menambahkan, dalam satu tahun terakhir ini,
kerusakan lingkungan di beberapa wilayah seperti Sumatera dan Kalimantan terus
bertambah. Kementerian LH juga meminta pemerintah daerah mengawasi ekstra ketat
terhadap pemberian izin pembukaan lahan untuk industri.
Pembangunan Ekonomi Perparah
Kerusakan Lingkungan
Posted - Rabu, 20 Juli 2011 00:09 am
oleh : marwan
Solo,-Pilar pembangunan berkelanjutan meski digagas 21 tahun
yang lalu (1992), yang dikenal dengan Agenda 21, sebuah kesepakan
global yang mengintegrasikan 3 pilar pembungunan yakni ekonomi,
sosial, dan lingkungan. Sayangnya dalam tahap impelementasi tak sepenuhnya bisa
dilaksanakan. Bahkan menurut pengakuan Sha Zukang dari UN-DESA, tak ada satu
pun Negara di dunia yang mengintergasikan tiga pilar pembangunan berlanjutan.
Orentasi pembangunan lebih banyak diarahkan pada pemenuhan kepentingan ekonomi,
sekalipun mengorbankan aspek sosial dan keseimbangan lingkungan. Akibatnya,
laju perusakan lingkungan berjalan massif, bencana pun bermunculan dimana-mana.
"Pembangunan ekonomi yang mengandalkan eksploitasi sumber daya alam telah menyebabkan krisis yang berdampak pada lingkungan. Masyarakat miskin di negara berkembang yang pembangunannya masih belum merata, sangat merasakan dampak buruk dari pembangunan ekonomi yang tidak memperhatikan kebutuhan sosial masyarakatnya dan mengabaikan dimensi lingkungan,"kata Menteri Negara Lingkungan Hidup Indonesia, Gusti Hatta saat membuka acara High Level Dialogue on The Institutional Framework for Sustainable Development (HLD IFSD) atau Dialog Tingkat Tinggi Kerangka Internasional Pembangunan Berkelanjutan di Hotel Lor In, Solo (19/7).
"Kita memerlukan strategi bersama dalam upaya penanganan pembangunan berkelanjutan yang mendorong keseimbangan di antara negara maju dan negara berkembang, dan tetap mengedepankan prinsip keadilan,"ujarnya.
Pembangunan ekonomi melalui industrialisasi telah membawa kesejahteraan bagi banyak bangsa, namun juga telah berdampak besar pada sistem ekologi dunia. Bila efek ini berlanjut akan mengancam generasi yang akan datang. Sistem ekologi yang sangat diperlukan untuk kenyamanan hidup manusia “Saat ini berada dalam situasi krisis besar. Kita merasakan sendiri akibat buruk dari pencemaran udara dan air, dan pemanasan global. Kita juga menyaksikan punahnya satwa langka dan terancamnya keanekaragaman hayati. Limbah industri telah menjadi ancaman serius bagi kelestarian tanah, udara dan air,”paparnya.
“Daftar panjang kerusakan lingkungan hidup di berbagai belahan dunia menunjukkan bukti kuat, bahwa kita harus berbuat sesuatu untuk mencegah berlanjutnya pengrusakan tersebut, dan sekaligus untuk menekankan bahwa kita tidak dapat menunda lagi untuk melakukan aksi kongkrit tersebut. Sekaranglah saatnya. The time is now,”tandasnya.
Menurut Gusti, pembangunan ekonomi harus dilakukan dengan sangat cermat, berorientasi pada tujuan-tujuan sosial dan mengedepankan prinsip kehati-hatian supaya tidak berdampak buruk pada lingkungan hidup manusia. (Marwan Azis).
"Pembangunan ekonomi yang mengandalkan eksploitasi sumber daya alam telah menyebabkan krisis yang berdampak pada lingkungan. Masyarakat miskin di negara berkembang yang pembangunannya masih belum merata, sangat merasakan dampak buruk dari pembangunan ekonomi yang tidak memperhatikan kebutuhan sosial masyarakatnya dan mengabaikan dimensi lingkungan,"kata Menteri Negara Lingkungan Hidup Indonesia, Gusti Hatta saat membuka acara High Level Dialogue on The Institutional Framework for Sustainable Development (HLD IFSD) atau Dialog Tingkat Tinggi Kerangka Internasional Pembangunan Berkelanjutan di Hotel Lor In, Solo (19/7).
"Kita memerlukan strategi bersama dalam upaya penanganan pembangunan berkelanjutan yang mendorong keseimbangan di antara negara maju dan negara berkembang, dan tetap mengedepankan prinsip keadilan,"ujarnya.
Pembangunan ekonomi melalui industrialisasi telah membawa kesejahteraan bagi banyak bangsa, namun juga telah berdampak besar pada sistem ekologi dunia. Bila efek ini berlanjut akan mengancam generasi yang akan datang. Sistem ekologi yang sangat diperlukan untuk kenyamanan hidup manusia “Saat ini berada dalam situasi krisis besar. Kita merasakan sendiri akibat buruk dari pencemaran udara dan air, dan pemanasan global. Kita juga menyaksikan punahnya satwa langka dan terancamnya keanekaragaman hayati. Limbah industri telah menjadi ancaman serius bagi kelestarian tanah, udara dan air,”paparnya.
“Daftar panjang kerusakan lingkungan hidup di berbagai belahan dunia menunjukkan bukti kuat, bahwa kita harus berbuat sesuatu untuk mencegah berlanjutnya pengrusakan tersebut, dan sekaligus untuk menekankan bahwa kita tidak dapat menunda lagi untuk melakukan aksi kongkrit tersebut. Sekaranglah saatnya. The time is now,”tandasnya.
Menurut Gusti, pembangunan ekonomi harus dilakukan dengan sangat cermat, berorientasi pada tujuan-tujuan sosial dan mengedepankan prinsip kehati-hatian supaya tidak berdampak buruk pada lingkungan hidup manusia. (Marwan Azis).