Inilah aku. Aku terlahir dari sepasang wiraswasta. Ibuku seorang
pedagang. Ayahku juga seorang pedagang dan pemilik kebun singkong ya meskipun
tanahnya bukanlah tanah milik ayahku. Aku tinggal di sebuah desa kecil. Desa Sukaraja
Nuban namanya. Sebuah desa di Lampung Timur. Desaku amat jauh dari hingar-bingar
kota. Meski begitu desa ini bukanlah desa terpencil apalagi desa tertinggal.
Kemajuan yang ada di kota masih bisa dirasakan disini meskipun tidak semua.
Desaku masih sangatlah indah. Masih sangat asri dan bersih. Selayaknya
desa-desa yang lain. Desaku banyak ditumbuhi pepohonan hijau yang menyejukkan
mata. Di desaku juga ada sungai yang mengalir di bawahnya. Masih terdengar
nyanyian burung di pagi hari, teriakan kodok di kala hujan dan suara serangga
di malam hari.
Aku juga salut dengan orang-orang di desaku. Mereka masih menjaga
budaya Lampung sampai detik ini. Mereka melestarikan bahasa Lampung dalam
kesehariannya. Mereka juga melestarikan makanan Lampung, tari- tarian Lampung,
lagu-lagu Lampung dan pokoknya semua tentang Lampung masih terpelihara dengan
sangat baik disini. Bahkan prinsip pemikiran mereka masih Lampung banget.
Aku punya dua orang adik. Panggilannya sih Yoga dan Tiara. Seorang
cowok dan seorang cewek. Yoga sekarang duduk di bangku SMP kelas sembilan sedangkan
adikku yang paling kecil duduk di kelas tiga SD. Secara matematis sih
seharusnya yang tinggal di rumahku ada
lima orang yaitu ayah, ibu, aku dan dua orang adikku. Tapi kenyataannya di
rumahku lebih ramai dari perhitungan itu. Ada seorang anak. Riski namanya. Ia
sebaya dengan adikku yang paling kecil. Ia masih terbilang saudara. Ia
dititipkan ayahnya untuk tinggal di rumahku. Ayahnya ingin mencari pekerjaan
yang lebih baik di luar sana.
Aku sendiri sekarang duduk di kelas dua belas sma. Aku sekolah di SMAN 1 Metro. Jarak dari rumahku ke
sekolah lumayan jauh ya sekitar empat belas kilometer. Tapi itu bukan halangan
bagiku. Tak penting berapa jarak dari rumah ke sekolah. Yang penting bagiku
adalh ilmunya. Ilmu yang kudapatkan dari sekolah. Lagipula, aku pulang pergi ke
sekolah menggunakan motor. Motor pemberian ayahku yang selalu setia menemaniku
ke manapun aku pergi.