Thursday 1 May 2014

LEMAHNYA HUKUM DAN DEGRADASI MORAL SEBAGAI PENYEBAB MARAKNYA KORUPSI



Praktik korupsi menjadi marak akibat sistem hukum yang lemah dan masih belum mampu memberikan efek jera bagi para koruptor. Praktik korupsi yang kini tidak hanya terjadi pada institusi kementeriaan, tetapi juga pada hampir semua institusi pemerintah di pusat ataupun daerah. Korupsi yang semakin merajalela akhir-akhir ini lebih disebabkan tidak adanya faktor yang bisa menumbuhkan efek jera. Ketiadaan efek jera itu mencerminkan lemahnya sistem hukum.
Kesalahan utamanya adalah desain politik kita dibentuk tanpa sistem hukum yang kuat. Desain politik di Indonesia yang tidak didukung dengan sistem hukum yang kuat sangat mendorong praktik politik yang diwarnai dengan tindak korupsi oleh para politikus. Akibatnya hukum tak berwibawa dan menjadi subordinasi politik. Para koruptor bisa menjadi penguasa. Dengan posisi itulah, desain hukum kita direkayasa.
Demokrasi di Indonesia memang tampak kuat dengan diadakannya pemilihan umum langsung, pemilihan kepala daerah, serta kebebasan media dan partai politik. Namun supremasi hukum sebenarnya tidak benar-benar berjalan. Hasilnya, demokrasi kita tumbuh tetapi tak berkembang. Inilah yang disebut sebagai demokrasi yang cacat.
Modus yang sering dilakukan para koruptor dalam era demokrasi yang cenderung tidak baik sekarang ini adalah dengan menggunakan sumber daya keuangannya untuk ikut berpolitik dan mengambil alih kekuasaan melalui pemilu. Sehingga ketika sudah berkuasa, korupsinya semakin hebat. Bahkan, mereka bisa melemahkan sistem hukum untuk melancarkan praktik korupsi maka terbentuklah rezim demokrasi kriminal.
Hukum yang lemah merupakan keadaan yang sangat kondusif bagi para koruptor untuk menjadi penguasa. Kolaborasi kekuatan uang dan popularitas menenggelamkan politikus yang benar-benar amanah dan punya kapasitas sehingga wajar jika kesejahteraan rakyat sulit untuk ditingkatkan. Itu karena substansi demokrasi ini sudah dirampok para penjahat politik melalui praktik korupsinya. Akhirnya, segelintir elit saja yang sejahtera, sementara rakyat tetap sengsara.
Degradasi moral pejabat negara juga turut menyebabkan korupsi di Indonesia begitu marak.  Bagi mereka korupsi adalah suatu hal yang wajar dan menjadi hobi yang harus direalisasikan. Bahkan telah mengakar kuat serta menjadi budaya dalam dunia perpolitikan Indonesia. Maka dari itu, perlu adanya penanganan yang tepat dalam menghadapi penyakit tersebut, agar tidak berdampak buruk bagi kehidupan bangsa dan negara.
Pemimpin seharusnya bisa menjadi teladan yang baik bagi rakyatnya. Memberikan pelayanan yang dibutuhkan dan mampu menjaga kepercayaan rakyat yang telah mempercayakan untuk dipimpinnya. Akan tetapi, orang yang dianggap wakil rakyat ini dengan sadarnya melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan moralitas seorang pemimpin.  Inilah yang dinamakan degradasi moral kaum elit politik.
Tiada kesadaran dari para penguasa dalam memimpin rakyatnya. Seolah-olah mereka apatis terhadap apapun yang dialami oleh rakyatnya. Tanggung jawab yang diemban seakan-akan memanglah suatu sunah. Kalaupun tidak dilaksanakan, tiadalah beban moral yang dideritanya. Hal itu dipicu karena keinginan bergaya hidup yang hedonis. Gaya hidup yang suka bermewah-mewahan ini mendorong mereka untuk mencari jalan pintas, yaitu dengan cara menjadi seorang koruptor. Bahkan bagi mereka, peran rakyat tiada apa-apanya. Karena anggapan mereka, suara rakyat telah dibeli pada saat pemilu dengan sistem money politic.
Namun, hal itu bukan berarti seorang pemimpin dapat menjalankan kepemimpinannya dengan sesuka hati. Akan tetapi, paling tidak seorang pemimpin harus bisa bertindak sesuai dengan moral kepemimpinan. Pemimpin yang bersih dari korupsi dan mampu menjadi wakil rakyat yang peduli terhadap kehidupan rakyat mungkin itu cukup. Rakyat sangat mendambakan sosok pemimpin yang bersih dari korupsi, pemimpin yang memiliki moral yang selayaknya dimiliki oleh seorang pemimpin, bukan pemimpin dengan moral yang buruk lantas mengatur hukum sedemikian untuk menciptakan rezim korup di dalam pemerintahan.


Daftar Pustaka :
Comments
0 Comments

No comments: