Pengembangan energi
terbarukan menjadi solusi dalam menghadapi sumber daya alam yang
semakin menipis. Salah satu alternatif pengganti bahan bakar minyak
adalah dengan menggunakan reaksi kimia sebagai sumber tenaga. Bagaimana
caranya?
Sebuah klub yang menamakan dirinya Chem E Car (Chemical Engineering
Car) UI baru saja menginisiasi teknologi baru ini. Klub yang didirikan
oleh sekolompok mahasiswa Departemen Teknik Kimia UI tersebut dibentuk
untuk memenuhi kebutuhan kompetisi pembuatan prototipe mobil dengan
memanfaatkan reaksi kimia. Klub yang pertama kali dibentuk pada 2012 ini
didirikan atas inisiatif dari mahasiswa Departemen Teknik Kimia
angkatan 2008 yang sebelumnya telah mengikuti kompetisi Chem E Car di
ITS. Pada kompetisi tahun 2013, dengan membawa mobil yang bernama
Altair, tim berhasil mengharumkan nama UI dengan meraih peringkat ke-5.
Altair pada saat itu menggunakan aluminium dan oksigen dari udara.
Di tahun kedua keikutsertaannya, Klub Chem E Car UI mengajukan dua mobil-yaitu Rhino dan Nayaka-dari empat mobil yang mereka kembangkan. Rhino merupakan electric car
yang memanfaatkan zat hidrogen peroksida, tembaga, dan magnesium
sebagai elektroda untuk menghasilkan listrik. Gas yang dihasilkan oleh
reaksi kimia akan ditampung dan dialirkan untuk menggerakkan mobil.
Sementara itu, mobil Nayaka merupakan pressure car yang digerakkan
menggunakan tekanan yang dihasilkan dari gas. Gas oksigen yang
dihasilkan dari reaksi hidrogen peroksida dengan kalium permanganat akan
menekan vessel dan menghasilkan tekanan hingga 10 bar. Dengan idenya,
tim Rhino berhasil menempati peringkat 5 disusul tim Nayaka yang berada
di peringkat 6. "Tujuannya kita mengembangkan prototipe mobil yang ramah
lingkungan dengan biaya semurah mungkin," ungkap Andreas, Ketua Chem E Car UI 2014.
Kriteria penilaian kompetisi di ITS
tersebut antara lain meliputi desain mobil, sifat ramah lingkungan, dan
sistem kerja mobil. Dalam kompetisi tersebut, peserta juga
mempertarungkan kecepatan mobil. Kelebihan prototipe mobil rancangan
mahasiswa UI adalah sifatnya yang tidak menimbulkan polusi. Hal tersebut
disebabkan oleh proses kerjanya yang tidak melalui proses pembakaran
melainkan memanfaatkan tekanan yang dihasilkan oleh gas.
Haris, anggota Chem E Car UI mengakui, masih banyak zat yang melimpah dan dapat dikembangkan sebagai bahan bakar alternatif. Lebih lanjut, klub tersebut menargetkan dapat mengikuti kompetisi di tingkat internasional pada 2015. Mereka juga berencana terus mengembangkan mobil rancangannya, antara lain dengan menggunakan sensor cahaya. "Harapannya jadi tantangan buat kita, agar nggak selamanya bergantung sama bahan bakar fosil terus. Bahan bakar dari fosil bisa kita reduksi juga penggunaannya," kata Haris.